Masa Penjajahan

Kondisi kota Semarang di bawah kolonialisme Belanda memang cukup pesat perkembangannya dengan dibangunnya berbagai kepentingan Belanda. Misalnya sarana dan prasarana perkotaan seperti jalan, transportasi kereta api, pasar-pasar dan sebagainya. Bahkan dalam sejarahnya tanggal 16 Juni 1864 dibangun jalan kereta api (rel) pertama di Indonesia. Dimulai dari Semarang menuju kota Solo dan Kedungjati, Surabaya dan ke Magelang serta Yogyakarta. Kemudian dibangun 2 stasiun kereta api yang masih ada sekarang yaitu Tawang dan Poncol. Sedangkan perusahaan yang mengelola perkeretaapian ini adalah Nederlandsch Indische Spoorwagen (NIS) dengan kantornya di Gedung Lawangsewu. Perkembangan berikutnya pada tahun 1875 Pelabuhan Laut Semarang yang telah ramai dengan berlabuhnya para pedagang, dibangun dalam bentuk dan kapasitasnya agar lebih memadai lagi guna menampung berlabuhnya para pedagang. Seiring dengan perkembangan armada kapal-kapal dagang yang semakin besar, maka pelabuhan Semarang mulai dapat didarati kapal-kapal yang relatif lebih besar dan dalam jumlah yang semakin banyak. Maka semakin banyak pula para pedagang yang datang baik pedagang dari Belanda, Cina, Melayu maupun orang dari Arab. Di samping itu kaum pribumi pun ikut memajukan perekonomiannya dengan berdagang berbagai keperluan yang sangat dibutuhkan saudagar-saudagar tersebut. Letak Kota Semarang pun sangat strategis antara dua kota pelabuhan yang lain yaitu Batavia / Jakarta dan Surabaya. Ditengah-tengah biruk pikuk pemiagaan antar-bangsa dan dalam suasana penjajahan Belanda, Agama Islam tetap berkembang sehingga kebudayaan yang bernuansa Islampun tak lepas dari perkembangannya. Munculnya tradisi "Dugderan" yang tetap dilestarikan hingga sekarang. Dimulai pada masa pemerintahan Kanjeng Bupati RMTA Purbaningrat, pada tahun 1891 guna menandai dimulainya bulan suci Ramadhan diselenggarakan upacara sederhana dengan membunyikan suara bedug (Dug-dug-dug) dan dentuman suara meriam (Der). Sehingga jadilah istilah Dug-der, dug-der. Dalam keramaian tersebut dimeriahkan juga dengan mainan anak-anak yang disebut dengan "Warak Ngendog". Maka tradisi ini tetap dilestarikan hingga sekarang dan menjadi ciri khas budaya Kota Semarang menjelang datangnya bulan puasa bagi umat Islam. Bahkan dalam perkembangannya bukan hanya umat Islam saja tapi juga umat agama lainnya yang ada di Kota Semarang melebur dalam keramaian tradisi ini. Adapun penyelenggaraannya juga semakin ditingkatkan oleh Pemerintah Kota Semarang agar menjadi salah satu aset wisata. Kemudian dalam upacara Dugder, Walikota Semarang bertindak sebagai Bupati Prabuningrat yang membunyikan Bedug dan Meriam sehingga terdengar bunyi "DUG-DER". Seiring dengan perkembangan Agama Islam, dengan masuknya para pendatang di Kota Semarang yang juga membawa serta agama serta budaya mereka masing-masing. Kemudian membaur dengan warga pribumi berbagai bangsa dan budaya termasuk dibangunnya berbagai tempat ibadah seperti masjid, gereja dan kelenteng di Semarang.

Blogger template 'Yes#39; by By Ujang2008

Jump to TOP

Blogger templates by Ayah Ujang